=="BERDAULAT SECARA POLITIK, MANDIRI SECARA EKONOMI, BERMARTABAT SECARA BUDAYA==

Rabu, 19 Januari 2011

Pansus Sawit Teliti Izin Bermasalah

19-01-2011 00:00

Harian Umum Tabengan,  PALANGKA RAYA
Pansus Sawit DPRD Kotim siap bekerja  maksimal dan serius meneliti izin-izin bermasalah, terutama yang merugikan masyarakat. Kasus sengketa lahan di Kotim memang tertinggi se-Kalteng

Ketua Pansus Sawit DPRD Kotim Kemikson Tarung mengungkapkan, sampai saat ini Pemkab Kotim telah mengeluarkan sebanyak 77 izin dengan luas mencapai 700 ribu hektar lebih.

Pansus akan menyelidiki letak permasalahan izin-izin tersebut karena sengketa lahan di Kotim merupakan yang terbesar se-Kalteng. “Kita berharap ada berbagai opsi dan rekomendasi yang bisa dijadikan kebijakan untuk menyelesaikan permasalahan ini,” kata Kemikson, usai pertemuan dengan Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang di Ruang Eka Hasundau, Kompleks Kantor Gubernur di Palangka Raya, Selasa (18/1).


Menurut Kemikson, pihaknya  meminta petunjuk dan arahan Gubernur agar dalam bekerja  tidak berbenturan dengan kebijakan Pemerintah Provinsi. “Kami berharap rekomendasi yang akan dibuat dapat menyelesaikan masalah, bukan menimbulkan masalah baru yang lebih kompleks,” kata Kemikson.

Pansus Sawit yang berjumlah sebelas orang ini akan bekerja selama dua bulan dengan batas waktu hingga 4 Maret mendatang. Saat ini, Pansus baru dalam tahap mengumpulkan dan mempelajari sejumlah dokumen. 

Setelah itu, kata Kemikson, pihaknya akan memanggil instansi terkait untuk pendalaman materi. Dan, meminta keterangan kepada Bupati ataupun jajaran yang mewakilinya.

“Jika diperlukan, kami juga akan memanggil Bupati Kotim periode sebelumnya Wahyudi K Anwar. Sebab, cukup banyak izin yang dikeluarkan saat Wahyudi menjabat,” katanya. Selanjutnya, Pansus juga bisa kroscek ke lapangan. ”Nanti, kami bisa memberi rekomendasi untuk mencabut izin dan kita dimandatkan agar punya keberanian dan ketegasan untuk itu,” tegasnya.

Gubernur Kalteng Agustin Teras Narang meminta Pansus Sawit dalam rekomendasinya nanti harus bersikap berani dan tegas menyampaikan apa adanya sesuai kenyataan. Bahkan, jika memungkinkan harus berani merekomendasikan untuk pencabutan izin, terlebih bagi perusahaan yang melanggar aturan dan bermasalah dengan masyarakat sekitar.

“Dalam rekomendasi nanti ada yang disempurnakan untuk melengkapi perizinan, ditinjau ulang. Bahkan Pansus juga mesti berani melakukan pencabutan izin bagi perusahaan sawit yang bermasalah,” kata Teras.

Teras minta Pansus juga mampu menginvetarisir izin-izin sawit yang bermasalah dan tidak sesuai ketentuan. Setidaknya seperti Pemprov Kalteng yang melakukan legal audit dan legal komplain.

Legal audit meneliti dari sisi perizinan, apakah sudah sesuai dengan prosedur dan tata urutan yang berlaku serta urut-urutannya atau tidak. Kemudian untuk legal komplain, melihat dari sisi kawasannya, apakah dibuka melebihi dari hak guna usaha (HGU) atau izin yang dikeluarkan atau tidak.


Dikatakan, sejak 2006, Pemerintah Daerah se-Kalteng tidak bisa lagi mengeluarkan izin investasi dengan mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) No.8/2003 tentang RTRWP Kalteng, meskipun lokasi arahan yang diberikan dalam wilayah KPP/KPPL berdasarkan Perda tersebut. Karena itu, semua perizinan yang dikeluarkan dengan mengacu Perda RTRWP dianggap melanggar aturan oleh Kementerian Kehutanan.

Untuk izin perkebunan yang memasuki kawasan hutan berdasarkan tata guna hutan kesepakatan (TGHK) harus memperoleh izin pelepasan kawasan hutan (IPKH) dari Menteri Kehutanan untuk melakukan operasional. “Jika IPKH tidak ada, untuk pembersihan lahan saja dilarang, apalagi sampai menanam,” kata Teras.

Selain itu, Teras juga memberikan beberapa masukan kepada Pansus, di antaranya meneliti analisis dampak lingkungan hidup (Amdal) dan sampai sejauh mana perusahaan menaatinya. Kemudian, program plasma yang dilaksanakan perusahaan, sudah sejauhmana melibatkan masyarakat sekitarnya.


Sementara Kadis Perkebunan Kalteng Erman P Ranan yang juga turut hadir mengatakan, kasus sengketa lahan di Kotim saat ini merupakan yang tertinggi se-Kalteng, sebanyak 82 kasus dari 177 kasus yang terdata seluruhnya atau sekitar 46 persen.

Masalahnya bervariasi, di antaranya tumpang tindih lahan perusahaan dengan masyarakat dan tumpang tindih lahan antarperusahaan. “Tumpang tindih lahan antarperusahaan terjadi karena pemberian izin yang tumpang tindih oleh Pemkab,” kata Erman.


Menurut Erman, pihaknya kesulitan mendata jumlah izin perusahaan besar swasta (PBS), karena Pemda setempat terus mengeluarkan izin. Data terakhir pihaknya terdapat 52 izin di kawasan tersebut. Perbedaan data ini disebabkan ada beberapa izin baru yang begitu cepat dikeluarkan.

Teras terkejut mendengar terjadinya penambahan izin itu, dan segera memerintahkan Erman menyurati Bupati Kotim untuk menanyakan persoalan tersebut.


Dalam pertemuan dengan sembilan orang anggota Tim Pansus (minus dua orang), Teras didampingi Kadisbun Kalteng Erman P Ranan, Kepala Biro Humas dan Protokol Setdaprov Kalteng Kardinal Tarung, dan dari Biro Hukum.


Kantongi Izin Lokasi

Nordin, Koordinator Save Our Borneo (SOB) mengatakan, izin yang begitu cepat keluar semestinya jadi perhatian utama Pansus. Berdasarkan data yang baru diterima beberapa bulan lalu, PBS di Kotim berjumlah 53 buah dengan total luasan 576.425 hektar. Dari jumlah tersebut, PBS yang aktif 32 buah dengan luasan total 405.717 hektar, sedangkan 21 buah dengan luasan 170.708 hektar nonaktif

Dari sekian PBS itu, beberapa di antaranya sudah punya HGU, tapi tidak memiliki IPKH. Sebagian hanya mengantongi izin lokasi, tapi sudah membuka kawasan tanpa ada pelepasan apalagi HGU. “Ada apa dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN),” ujar Nordin.


Karena itu, ia minta agar HGU yang sudah keluar tapi belum mendapatkan IPKH dari Menhut ditinjau ulang. Sebab tanpa ada IPKH, seharusnya tidak bisa diterbitkan HGU. str

Sumber : Koran Tabengan 19 Januari 2011



Tidak ada komentar:

Posting Komentar